PGRI Larang Guru Lakukan Pungutan di Luar Mekanisme

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh wirnadianhar
Sabtu, 19 Juli 2008 06:04:06 Klik: 1356

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tidak membenarkan adanya oknum guru yang melakukan pungutan kepada murid di luar mekanisme yang diatur oleh sekolah.

''Jika memang ada oknum guru yang melakukan, maka bisa disampaikan ke kantor pusat PGRI di Tanah Abang, Jakarta,'' ujar Ketua Umum PGRI Sulistiyo kepada Media Indonesia menanggapi pungutan yang dilakukan sekolah, di Jakarta, Kamis (17/7).

Meski demikian, ujar Sulistiyo, pihaknya telah terlebih dahulu melakukan kajian secara tim, dan menerjunkan sejumlah anggota tim PGRI, untuk melakukan pemeriksaan secara internal terhadap guru yang melakukan pungutan di luar mekanisme sekolah.

''Hasilnya, kita belum melihat ada individu guru yang melakukan pungutan. Sebaliknya, institusi sekolah lah yang melakukan, dan kenapa itu dilakukan, karena sekolah dituntut untuk bermutu oleh dinas di tengah anggaran yang pas-pas an, dan dinas pun tidak melarang,'' kata Sulistiyo.

Karena untuk peningkatan mutu sekolah itulah, lanjut Sulistiyo, PGRI menjamin pungutan yang masuk dalam mekanisme sekolah tersebut, tidak ada yang masuk dalam ke kantong individu guru. ''Sebaliknya, masuk ke institusi sekolah, untuk meningkatkan kualitas sekolah tersebut,'' ujarnya.

Untuk itu, Sulistiyo menyesalkan, pemerintah daerah, dalam hal ini dinas pendidikan kabupaten/kota, yang tidak segera mengecek pungutan di sekolah masing-masing daerah, dan ada terkesan membiarkan.

''Seharusnya pemda, melalui dinas pendidikan kabupaten/kota proaktif, untuk turun ke sekolah-sekolah, dan meminta sekolah memberitahukan secara rinci penggunaan biaya atas pungutan yang dilakukan di sekolah tersebut. Jika ada penyimpangan, maka wajib ditindak hukumnya,'' kata Sulistiyo.

Di sisi lain, tambah Sulistiyo, PGRI pun sepakat dalam rapat pleno, Rabu (16/7) lalu, untuk meningkatkan kinerjanya secara bertahap sebagai pembenahan internal, dan seiring dengan tuntutan kepada pemerintah untuk memenuhi anggaran pendidikan 20 persen.

''Anggaran pendidikan 20 persen ini menjadi wajib, karena tidak dapat dipungkiri, tuntutan pendidikan bermutu dari masyarakat dan pemerintah, tidak sebanding dengan anggaran pendidikan. Hal ini jugalah, yang bisa dimungkinkan menjadi pemicu adanya pungutan yang dilakukan institusi sekolah,'' ujar Sulistiyo. (Dik/OL-2)

Sumber : Media Indonesia, Kamis/17 Juli 2008

 
Berita Berita Terkini Lainnya