Realisasi Anggaran Kurang dari 10 Persen

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh arif
Rabu, 21 Januari 2009 05:38:12 Klik: 2309
Pendidikan Gratis Dipertanyakan
Klik untuk melihat foto lainnya...

Undang-Undang Dasar 1945 menggariskan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN. Dalam kenyataannya di daerah, anggaran pendidikan yang telah telanjur dikampanyekan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah realisasinya setelah dikurangi komponen gaji pendidik menjadi kurang dari 10 persen dari APBD.

”Ini persoalan serius. Setelah anggaran pendidikan dalam APBD dikurangi gaji guru, anggaran pendidikan di banyak kabupaten kota kurang dari 10 persen,” ujar Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistiyo dalam jumpa pers seusai diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (20/1).

Terhadap realisasi yang jauh dari angka yang sudah telanjur dikampanyekan untuk kepentingan politik kekuasaan itu, menurut Sulstiyo, presiden akan melakukan pengecekan sesuai dengan kondisi anggaran. Menurut dia, pembiayaan pendidikan yang berkualitas tidak bisa dilakukan jika realisasi anggaran pendidikan kurang dari 20 persen.

Mengenai minimnya realisasi anggaran pendidikan ini, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengemukakan, seharusnya dana alokasi umum (DAU) untuk gaji pendidik tidak dihitung lagi di APBD. Namun, banyak daerah masih memasukkan DAU dan juga dana alokasi khusus (DAK) untuk pembangunan sekolah rusak dalam APBD-nya.

”Saya tidak punya kewenangan meskipun ini soal pendidikan. Karena ini lebih ke masalah keuangan, yang punya kewenangan adalah Menteri Keuangan. Saya mengusulkan ada Peraturan Menteri Keuangan. Menteri Keuangan yang akan memberi pedoman untuk realisasi 20 persen anggaran pendidikan di daerah,” ujar Bambang.

Bambang mengemukakan, 20 persen anggaran pendidikan dalam APBN 2009 mencapai Rp 207 triliun. Dari anggaran sebanyak itu, Rp 105 triliun dialokasikan untuk gaji guru pegawai negeri sipil (PNS) yang dibayar melalui APBD dalam bentuk DAU. Sementara itu, pembagian melalui DAK jumlahnya Rp 9,7 triliun. ”Anggaran yang masuk dari pusat seharusnya tak dihitung lagi dalam anggaran pendidikan daerah,” ujarnya.

Tidak kompeten

Selain keprihatinan mengenai tidak terealisasinya anggaran pendidikan di APBD, Sulistiyo juga mengemukakan keprihatinan PGRI atas tidak kompetennya pejabat dinas pendidikan di sebagian besar daerah. Menurut perkiraan PGRI, lebih dari separuh kepala dinas pendidikan tidak memiliki kompetensi untuk menduduki jabatan itu.

Menurut Sulistiyo, jabatan kepala dinas pendidikan yang banyak mendapat anggaran kini menjadi incaran mantan anggota tim sukses kepala daerah terpilih. Karena jabatan hadiah, pejabat yang ditunjuk kerap tidak memiliki kompetensi yang memadai. ”Apa yang akan terjadi dengan pendidikan di daerah jika pejabatnya adalah mantan anggota Satuan Polisi Pamong Praja atau anggota satuan pertamanan dan pemakaman,” ujarnya.

Menurut survei yang dilakukan PGRI, diincarnya dinas pendidikan oleh anggota tim sukses kepala daerah mulai marak sejak kepala daerah dipilih langsung. Keprihatinan ini sudah disampaikan ke Presiden melalui surat tertanggal 5 September 2008.

Menurut PGRI, jika kecenderungan ini tidak dicegah atau dibenahi, kualitas pendidikan di daerah tidak akan meningkat meskipun anggarannya akan terus dipenuhi sesuai ketentuan undang-undang. Menurut PGRI, hal sebaliknya justru akan terjadi yaitu kehancuran pendidikan.

Untuk pembenahan ini, PGRI menyebut setidaknya tiga kriteria untuk pejabat kepala dinas pendidikan di daerah, yaitu memiliki wawasan yang cukup tentang pendidikan, memiliki komitmen dan kinerja yang baik di bidang pendidikan, serta orang yang mengembangkan karier di bidang pendidikan. Kepada Presiden, PGRI juga mengusulkan agar ada upah minimum pendidik, terutama mereka yang menjadi guru honorer.

Sumber: kompas.com/(INU)
Edisi: Rabu, 21 Januari 2009 | 01:50 WIB



 

 
Berita Berita Terkini Lainnya