MK Putuskan Gaji Guru Termasuk Bagian 20 persen

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh arif
Kamis, 21 Februari 2008 16:02:31 Klik: 2329

Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin, 20 Februari 2008 memutuskan komponen gaji guru menjadi bagian dari anggaran pendidikan. Putusan itu merupakan "angin segar" bagi pemerintah karena tak perlu lagi pusing untuk menambah anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen APBN seperti yang diamanatkan UUD 45.

Menurut Ketua MK Jimly Asshidiqie, dengan dimasukkannya gaji pendidik itu, anggaran pendidikan yang saat ini baru mencapai 11,8 persen dalam APBN 2008 melonjak menjadi 18 persen. "Makin mudah bagi pemerintah untuk memenuhi angka 20 persen yang diamanatkan UU," ujarnya.

Namun, di sisi lain, akibat putusan itu kewajiban pemerintah berkurang dalam menambah dana yang lebih besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Misalnya, peningkatan SDM atau penambahan fasilitas pendidikan.

 MK mengambil putusan itu setelah mengabulkan permohonan guru asal Sulsel Rahmatiah Abbas dan dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar Badryah Rifai. Keduanya berdalil kerugian konstitusional telah dilanggar karena penetapan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD tidak memberi manfaat bagi guru dan dosen sebagai komponen pendidikan. Termasuk jika ada kenaikan anggaran pendidikan. Pasalnya, pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas mengecualikan komponen gaji pendidik dalam biaya pendidikan.

 Namun, putusan MK itu tak bulat. Tiga hakim konstitusi, yakni Abdul Mukhtie Fadjar, Maruarar Siahaan, dan Harjono mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion). Dalam pendapatnya, Abdul Mukhtie Fadjar menyebut para pemohon uji materiil adalah "guru yang tak memihak nasib guru" dengan membangun argumentasi pasal a quo akan merugikan hak konstitusional mereka sebagai pendidik karena gaji dan kesejahteraan mereka semakin kecil.

Padahal, gaji guru dan dosen yang diangkat oleh pemerintah seperti PNS pada umumnya, diatur tersendiri dalam Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (PGPS) dan juga dimasukkan dalam RAPBN, vide pasal 49 ayat 2 UU Sisdiknas. "(Dengan putusan MK, Red) maka akan berarti bahwa gaji para pendidik seluruhnya, baik yang PNS maupun non-PNS, harus ditanggung negara lewat APBN dan APBD, suatu hal yang sangat mustahil," ujar Mukhtie.

Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Aziz Husein sangat kecewa dengan putusan tersebut. Menurut dia, perjuangan guru selama ini telah kandas. "Artinya, pemerintah tinggal sedikit lagi (memenuhi amanat konstitusi, Red). Padahal, sekolah rusak, belum lagi sarana dan prasarana kurang baik. Kami kecewa," ujarnya.

Senada, Ketua Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Sudiarto mengungkapkan, dengan putusan MK, kualitas pendidikan Indonesia status quo. "Artinya, anak yang tidak sekolah tetap tidak sekolah, sekolah rusak tetap rusak. Tidak ada artinya anggaran pendidikan 20 persen," ujarnya.

Dia menambahkan, amanat konstitusi bertujuan agar pendidikan Indonesia jadi bermutu dengan anggaran memadai. "Dengan putusan ini, pemerintah sudah merasa memenuhi 20 persen. Padahal, masih banyak anak-anak Papua yang belum sekolah," ujar pria paro baya tersebut. Tak ada kemauan politik untuk memenuhi amanat konstitusi.

Dihubungi terpisah, pengamat pendidikan Universitas Paramadina Utomo Dananjaya mengkritik dua guru yang menjadi pemohon agar gaji guru masuk anggaran pendidikan. Dia menilai upaya kedua guru itu menghapus cita-cita para guru yang ingin mendapatkan kesejahteraan seperti yang digariskan UU Sisdiknas. "Mereka ini tidak paham substansi Sisdiknas," ujar Utomo saat dihubungi Jawa Pos kemarin malam (20/2).

Dalam UU Sisdiknas, sangat gamblang dijelaskan bahwa anggaran pendidikan yang dicapai 20 persen APBN adalah di luar gaji guru. Jika keduanya meminta gaji guru dimasukkan dalam APBN, sama saja memudahkan pemerintah mencapai target 20 persen yang juga tertuang dalam UUD 45. "Ini berkebalikan, para guru menolak gaji guru dimasukkan di APBN, keduanya seakan malah membantu (pemerintah)," komentar Utomo.

Dalam anggaran pendidikan, telah diatur sejumlah program peningkatan kesejahteraan pendidikan, seperti tunjangan fungsional, tunjangan profesi, program sertifikasi guru, dan juga subsidi pendidikan melalui BOS (bantuan operasional sekolah). Harapannya, jika nanti telah dicapai 20 persen di luar aturan gaji guru, kesejahteraan guru beserta dosen otomatis bisa lebih baik. "Kalau seperti ini, kesejahteraan guru akan semakin jauh dari bayangan," ujar Utomo kecewa.

Secara terpisah, pemohon Rahmatiah Abbas mengungkapkan rasa puasnya atas putusan MK. Apakah yakin dimasukkannya gaji guru dalam anggaran pendidikan bakal meningkatkan kesejahteraan guru?

"Insya Allah, kan tidak ada lagi syarat kenaikan gaji seperti sertifikasi," ujarnya. Kuasa hukum pemohon, Elsa Syarief, juga mengungkapkan keyakinannya bahwa putusan MK akan meningkatkan kesejahteraan guru.


Pemotongan 15 Persen

Tak hanya putusan MK yang membuat suram anggaran pendidikan. Anggaran pendidikan yang kini Rp 49,7 triliun tercantam terpotong 15 persen. Sebab, muncul edaran dari menteri keuangan untuk menghemat 15 persen di berbagai departemen dan termasuk anggaran pendidikan.

Sejumlah anggota DPR mengingatkan pemerintah untuk tidak gegabah memotong anggaran pendidikan 15 persen seperti surat edaran Menteri Keuangan Sri Mulyani Indarwati dengan nomor S-1/MK.02/2008.

"APBN tidak bisa diubah hanya dengan keterangan dari Menkeu. Presiden yang wajib menyatakan," ujar Lukman Hakim, anggota Komisi X DPR, saat dihubungi Jawa Pos sore kemarin (20/2). Bahkan, bila nekat memotong anggaran pendidikan, SBY terancam impeachment karena tak mampu memenuhi amanat konstitusi.

Menurut Lukman, langkah Menkeu menyampaikan penghematan anggaran APBN tersebut melanggar ketetapan UU APBN 2008. Dalam posisi pemerintah yang ingin mengajukan perubahan anggaran, seharusnya Menkeu mengajukan perubahan APBN tersebut melalui mekanisme RUU perubahan. "(APBN) Tidak bisa serta merta ditabrak begitu. Sanksinya adalah impeachment kepada presiden," tegas politikus PPP itu.

Anggota Komisi X Wayan Koster menambahkan, pemerintah harus berhati-hati jika benar-benar ingin memotong anggaran pendidikan 15 persen. Misalnya, saat ini total pagu anggaran pendidikan adalah Rp 49,7 triliun atau sekitar 11,8 persen dari APBN 2008. Jika dihemat 15 persen, pagu anggaran tersebut berubah Rp 42,2 triliun, menjadi di bawah 11,0 persen. "Pemerintah bisa melanggar konstitusi (UUD ’45)," kata Wayan dalam jumpa pers di gedung DPR, Jakarta, kemarin (20/2).

Menurut Wayan, penurunan anggaran pendidikan berapa pun nilainya membawa konsekuensi adanya tuntutan hukum masyarakat kepada pemerintah. Sebagaimana digariskan dalam UUD ’45, anggaran pendidikan setiap tahun harus naik untuk nanti mencapai 20 persen dari APBN.

Selain rawan gugatan, turunnya anggaran pendidikan membawa dampak luas kepada sejumlah program prioritas yang bersifat mendesak. Pada 2008 ini, Depdiknas mencanangkan sejumlah program untuk menyelesaikan target wajib belajar Desember nanti. Selain itu, program peningkatan kesejahteraan pendidikan, seperti tunjangan fungsional, tunjangan profesi, program sertifikasi guru, dan juga subsidi pendidikan melalui BOS (bantuan operasional sekolah), tampaknya, menjadi hal yang memberatkan Depdiknas untuk memotong anggaran.

"Pemerintah harus lebih cerdas, mengamankan APBN tidak berarti mengorbankan pendidikan yang saat ini saja belum sesuai amanat konstitusi," ujar Politisi PDIP itu.

Dihubungi secara terpisah, Plt Kepala Pusat Informasi dan Humas Depdiknas Muhadjir menyatakan, mau tidak mau, Depdiknas harus melaksanakan segala program yang digariskan presiden. Hanya, Depdiknas mengusulkan agar anggaran pendidikan tidak dipotong 15 persen, sebesar permintaan penghematan dari Depkeu. "Ya sesuai hitung-hitungan Bapak Menteri (Mendiknas Bambang Soedibyo) waktu itu," ujar Muhadjir kemarin.

Dalam rapat kerja gabungan Komisi X DPR dengan Mendiknas, Mendbudpar, dengan Menpora pada 11 Februari lalu, Depdiknas memaparkan usulan skema penghematan anggaran hanya 0,5 persen dengan nominal Rp 271 miliar dari total anggaran pendidikan Rp 49,7 triliun.

"Penghematan itu setelah pagu anggaran dikurangi gaji, kewajiban pembayaran utang, pendapatan negara bukan pajak, dan hibah," ujar Mendiknas saat itu.

Tetapi, sejumlah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dasar, antara lain, gaji, honorarium, dan pembayaran tunjangan, tidak dapat ditunda. Demikian juga, kegiatan dengan sumber pendanaan pendapatan negara bukan pajak khusus untuk badan layanan umum dan badan hukum milik negara, serta kegiatan dengan sumber pendanaan dari pinjaman dan luar negeri.

Menurut Bambang, pemotongan anggaran pendidikan mempunyai banyak implikasi. Hal yang perlu dipertimbangkan Depkeu, antara lain, adalah keputusan MK tentang anggaran pendidikan 20 persen. "Tanpa pemotongan tersebut, anggaran pendidikan masih jauh dari 20 persen, yakni sekitar 12 persen (APBN 2008)," ujarnya.


Sumber: www.jawapos.com (bay/ein/iw/tof)
Kamis, 21 Februari 2007
Pukul: 16.05 WIB

 
Berita Berita Populer Lainnya