Terjadi Peningkatan Kriminalisasi Pers, Perlu Revisi UU Pers

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh wirnadianhar
Selasa, 23 September 2008 04:57:26 Klik: 2000
Terjadi Peningkatan Kriminalisasi Pers, Perlu Revisi UU Pers
Klik untuk melihat foto lainnya...

Jakarta (ANTARA News) - Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan kasus gugatan hukum terhadap pers atau yang disebut kriminalisasi pers atau upaya memperkarakan jurnalis secara hukum melalui jalur pidana maupun jalur perdata.

"Kriminalisasi biasanya dimaksudkan untuk menghukum pers layaknya kriminal dan biasanya dengan pencemaran nama baik yang konsekuensinya hukuman penjara," kata Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Eko Maryadi pada Diskusi tentang kriminalisasi terhadap pers di Jakarta, Senin.

Atau dengan gugatan perdata di mana perusahaan pers digugat dengan delik perbuatan melawan hukum yang berimplikasi pada hukuman denda, ujarnya.

Berdasarkan catatan AJI 2007-2008, lanjut dia, jumlah kasus penghukuman terhadap pers sampai tujuh kasus, antara lain putusan bersalah terhadap Majalah Time terkait laporan kekayaan Soeharto.

"Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung pimpinan Mayjen TNI (purn) German Hoedianto memutuskan Time melakukan pencemaran nama baik dan harus membayar denda Rp1 triliun," katanya.

Kasus lain adalah tuntutan hukum terhadap Bersihar Lubis, kolumnis opini Koran Tempo tentang "Kisah Interogator (Jaksa) yang Dungu" di mana Bersihar divonis bersalah dan dihukum penjara percobaan satu bulan, katanya.

Selain itu kasus tiga berita Koran Tempo tentang illegal logging yang mengharuskan Tempo membayar denda Rp220 juta plus merilis permintaan maaf di 15 media dengan nilai iklan Rp17 miliar.

"Ada juga kasus Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakpus mengabulkan gugatan PT Asian Agri terhadap Majalah Tempo terkait pemberitaan dugaan manipulasi pajak Rp1,3 triliun oleh Sukanto Tanoto, yang akhirnya menghukum Tempo denda Rp50 juta dan permintaan maaf di tiga media," katanya.

Karena itu, menurut dia, perlu ada revisi UU Pers no 40/1999 karena UU tersebut terasa mandul dan masih bisa diterobos oleh pasal-pasal pidana dan perdata.(*)

Sumber : Antara News edisi Selasa / 23 September 2008

 
Berita Berita Populer Lainnya