Kajian Untuk Guru Bahasa

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh arif
Jumat, 05 Desember 2008 05:16:26 Klik: 3964

Pewakil dan Perwakilan

Kata wakil dalam frasa wakil presiden memang menunjukkan nalar-makna posisi kelas dua, posisi yang lebih rendah dari presiden. Wakil dalam wakil rakyat tak begitu. Seorang wakil rakyat berbicara, bertindak, dan mengambil keputusan atas nama, amanat, dan kepentingan rakyat.

Samsudin Berlian dalam ”Pewakil” di rubrik ini pekan lalu menyodorkan pewakil demi memangkas belukar makna yang timbul dari pengertian wakil sebagai deputy atau vice dan sebagai representative. Alih-alih mengatasi kerancuan makna, pewakil saya pikir hasil pembentukan kata lewat penalaran proses morfologis yang salah gelogok.

Kata wakil berada dalam kelompok kata benda. Kamus Besar Bahasa Indonesia memaknai lema ini dengan empat pengertian: orang yang dikuasakan menggantikan orang lain; orang yang dipilih sebagai utusan negara, duta; orang yang menguruskan perdagangan untuk orang lain, agen; dan jabatan kedua setelah yang tersebut di depannya. Rupanya wakil hampir selalu diberi makna ’orang yang (melakukan)’. Hanya pengertian keempat yang mendefinisikan wakil sebagai jabatan, tetapi tetap saja nalar-makna pelaku tak terlepas dari nalar-makna jabatan kedua itu.

Kita mengenal awalan pe- sebagai salah satu imbuhan yang ditempelkan ke kata benda atau kata kerja untuk menghasilkan sebuah kata dengan makna baru: pelaku atau orang yang melakukan. Contohnya penyair dan pengurus. Dengan nalar ini, saya kira pewakil memiliki makna tumpang tindih. Kalau wakil saja sudah menunjukkan pengertian orang yang melakukan, penambahan imbuhan pe- (yang berarti pelaku) menindih pengertian orang yang melakukan seperti terkandung dalam kata wakil.

Untuk kasus penerjemahan representative, mengacu pada KBBI, kata wakil sudah cukup menalangi maknanya. Namun, untuk kasus yang lebih rumit seperti yang dicontohkan Samsudin, Under-Secretary General dan Representative of the UN Secretary General, kata perwakilan dapat dipakai untuk menerjemahkan representative dalam konteks itu.

Tak seperti bahasa Inggris yang punya vice, deputy, dan representative, bahasa Indonesia setahu saya tak punya ragam kata lain untuk wakil. Kata wali terjepit oleh konteks hukum agama dan adat; tak cocok disandingkan dengan wakil. Kata duta sama apesnya dengan wali. Maknanya dikurung oleh konteks utusan pemerintah dan negara. Namun, ada usaha melenturkan makna duta. Berbagai perusahaan berlomba meminang pesohor jadi duta-nya.

Kata wakil dengan arti representative pun tak bisa lepas dari hierarki atasan-bawahan. Yang memberi kuasa tentu lebih berkuasa dari orang yang dilimpahi kuasa melaksanakan tugas atas nama si pemberi kuasa. Namun, ini hanya artian leksikal yang ideal khayali belaka sebab kenyataannya tak begitu.

Frasa wakil rakyat dengan makna ’anggota parlemen’ terbilang unik. Mereka tergabung dalam Dewan Perwakilan Rakyat, bukan Dewan Wakil Rakyat. Mestinya anggota parlemen itu disebut perwakilan rakyat. Kalau dapat memilah keempat makna wakil sesuai konteksnya, kita tak terjebak pada kerancuan makna. Bahasa Indonesia sudah punya wakil dan perwakilan.

Wahyu Adi Putra Ginting Alumnus Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Dari Koran Kompas, Jumat, 5 Desember 2008

 
Berita Artikel Lainnya